Setelah Sukses dengan Inovasi ESPMI, LPM Kenalkan Aplikasi Baru Bernama SIBIDUAN
Malang-Masih dalam rangkain kegiatan workshop penjaminan mutu, hari ini (Kamis, 16/3) Lembaga Penjaminan Mutu (LPM) mengundang para Ketua Program Studi (Kaprodi) di lingkungan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Workshop yang diikuti 46 Kaprodi tersebut berlangsung di Ruang Rapat LPM, Gedung Rektorat Lantai 4. Sedianya acara dimulai pada pukul 08.45 WIB, namun karena banyak peserta yang belum hadir, pada pukul 09.30 WIB acara baru bisa dimulai.
Dalam pengantarnya, Helmi Syaifuddin menyampaikan bahwa tujuan dari pertemuan kali ini adalah untuk memetakan dan menghitung kemampuan SDM Dosen sebagai tulang punggung Prodi. Langkah ini akan mendukung realisasi agenda besar pimpinan universitas empat tahun mendatang, yaitu 80% Prodi mendapatkan predikat unggul dan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang menjadi perguruan tinggi bereputasi internasional.
“Peringkat akreditasi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang akan berakhir pada 29 April 2024. Namun, satu tahun sebelumnya akan dilakukan pemantauan oleh BAN-PT. Data yang digunakan adalah data tahun akademik penuh sebelumnya, berarti data tahun 2022. Adapun syarat utama jika UIN Malang mau mempertahankan peringkatnya adalah skor akreditasi prodi minimal 3,25. Sebab itu, Prodi yang sudah mendapatkan peringkat A, harus bisa mempertahankannya” papar Helmi.
Salah satu pekerjaan berat yang harus dilakukan untuk mempertahankan peringkat tersebut adalah pengelolaan data dosen yang harus selaras antara PDDIKTI dan SISTER. Termasuk yang perlu diperhatikan dalam hal ini, adalah jabatan fungsional dosen. Sebagian program studi masih memiliki dosen dengan jabatan fungsional Asisten Ahli melebihi ambang batas, yaitu 40%. Selain itu, rasio Dosen Tetap Program Studi (DTPS) dan mahasiswa juga belum sesuai standar, yaitu 1:30 untuk skor 4.
“Dosen yang terekam siakad 800 sekian, tetapi di OKH hanya 755 yang diakui. Berarti ada 45 dosen yang tidak diakui mengajarnya. Sementara data di PDDIKTI 737. Selisihnya sangat banyak Bapak/Ibu. Merespons hal ini, LPM sedang mengembangkan aplikasi bernama SIBIDUAN (Sistem Informasi Bidang Keilmuan). Aplikasi ini nantinya akan membantu Prodi memetakan bidang keilmuan dan homebase dosen. Jika data sudah terkumpul, Bagian Akademik akan melakukan update data di PDDIKTI. Adapun nanti yang mengisi adalah operator ESPMI di masing-masing prodi” lanjut Helmi.
Helmi juga menggarisbawahi posisi penting dari tracer study bagi pemeringkatan internasional. Selama ini, lanjutnya, data hasil tracer study belum dimaksimalkan oleh Prodi. Pimpinan menargetkan mendaftar ke lembaga pemeringkatan, QS World University Ranking (QS WUR). Namun, untuk dapat diperingkat di tingkat dunia, universitas harus diperingkat terlebih dahulu di tingkat regional atau Asia. Helmi kemudian menjelaskan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk bisa masuk ke dalam QS WUR.
Setelah jeda istirahat siang, pembahasan dilanjutkan tentang informasi terbaru mekanisme akreditasi. Sesi ini dipandu oleh Rosihan Aslihuddin, staf profesional LPM. Rosihan memulai penjelasan dari Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 186 Tahun 2020 tentang Program Studi yang Diakreditasi oleh Lembaga Akreditasi Mandiri. Regulasi tersebut saat ini sudah dicabut kembali dan tidak berlaku.
“Bapak/Ibu, Kepmendikbud tersebut sekarang ini sudah tidak berlaku. Banyak terjadi penolakan, misalnya oleh Asosiasi Hukum Ekonomi Syariah. Akhirnya, Gus Menteri bersurat ke Mas Menteri dan meminta prodi keagamaan dikembalikan ke BAN-PT sambil menunggu berdirinya LAM Keagamaan. Jadi, saat ini bola panas sedang di tangan BAN-PT” papar Rosihan.
Cak Ro, sapaan akrabnya, kemudian menjelaskan bahwa mekanisme pemantauan akreditasi terbaru pasca berdirinya LAM, hanya melalui PDDIKTI, tidak ada asesmen lapangan. Proses pemantauan juga lebih disederhanakan, cukup sekali dan langsung penetapan peringkat. Adapun data yang dipantau meliputi data dosen (jumlah, jabatan akademik, DTT, rasio dosen:mahasiswa) dan data mahasiswa (tidak terjadi penurunan mahasiswa baru 20%, mahasiswa lulus tepat waktu kurang dari 30%). Saat ini hanya ada tiga mekanisme akreditasi, yaitu akreditasi perdana, reakreditasi, dan ISK (Instrumen Suplemen Konversi), yaitu konversi peringkat akreditasi dari yang lama ke yang baru.
Sebelum kegiatan diakhiri, Rosihan kemudian menawarkan ke peserta terkait kesanggupan mereka untuk melakukan konversi peringkat atau ISK. Terdapat 10 prodi yang menyatakan siap melakukan ISK, yaitu Sastra Inggris (S1), Bahasa dan Sastra Arab (S1), Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (S1), Hukum Keluarga Islam (S1), Hukum Bisnis Syariah (S1), Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (S1), Hukum Tata Negara (S1), Manajemen Pendidikan Islam (S1), Pendidikan Anak Usia Dini (S1), dan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (S1). Adapun untuk Manajemen (S1), Akuntansi (S1), dan Perbankan Syariah (S1) akan mendiskusikan terlebih dahulu dengan pimpinan fakultas. Upaya ISK ini ditempuh untuk mendukung universitas mempertahankan peringkat akreditasi. (red/sp)